BREBES, iNews.id - Saat ini, jumlah penyitas kanker serviks di Indonesia mencapai 36 ribu orang per tahun dengan tingkat kematian satu orang per dua jam. Dengan banyaknya jumlah tersebut, kanker serviks menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Tingginya prevalensi kangker serviks ini membuat pemerintah harus melakukan deteksi dini.
Untuk itu, RSUI Mutiara Bunda Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes menggelar seminar awam dengan tema 'Deteksi dini kanker serviks'. Sabtu 21 September 2024.
Seminar ini diikuti ratusan wanita dari kecamatan sekitar dan tenaga kesehatan wanita. Sebagai narasumber dalam kegiatan ini dr. Rizki Azenda SpOG dari Divisi Onkologi Ginekologi FKUI RSCM Jakarta.
Dr. Rizki Azenda SpOG mengatakan, deteksi dini dilakukan sebagai upaya pencegahan dan pemahaman untuk para tenaga kesehatan terkait tatalaksana pencegahan (skrining). Dia menyebut bahwa kanker serviks berasal dari Human Papiloma Virus yang lebih banyak ditularkan melalui transseksual (bergonta-ganti) pasangan dan berhubungan (seksual) di usia muda.
"Kanker serviks itu prevalensi di Indonesia itu nomor satu. Berganti-ganti dalam beberapa tahun ini karena ada kanker payudara. Jadi karena prevalensinya banyak bersaing dengan payudara, itulah alasan kita menggelar kegiatan ini," katanya.
Pihaknya menyebut, gejala awal yang dirasakan penderita kanker serviks pada umumnya sulit ditemukan karena jenis kanker ini menjadi salah satu penyakit berdarah dingin. Gejala bisa mulai dirasakan pada penderita ketika sudah memasuki stadium lanjut. Oleh karenanya, perempuan harus lebih terbuka dan lebih sering melakukan pemeriksaan lebih awal.
"Tapi gejala paling sering adalah pendarahan di luar siklus haid. Jumlah penderita kanker serviks tiap tahunnya itu sekitar 36 ribu dengan tingkat kematian dalam kurun waktu dua jam itu satu orang. Kebanyakan penderita berada di usia reproduksi antara 35 sampai 40 tahun," tandasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes, Ineke Tri Sulistyowati mengatakan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan atau skrining terhadap 300 ribu perempuan usia 30-50 tahun. Sebagai upaya pencegahan penyakit ini, petugas kesehatan harus gencar menjaring melalui organisasi wanita dan lainnya.
"Masyarakat belum tahu dan merasa takut dan malu saat memeriksakan kemaluannya. Jadi harus melalui edukasi terlebih dahulu sebelum melakukan skrining. Ini perlu dilakukan karena tingkat kematian memang tinggi sampai 50 persen," ungkapnya.
Sementara itu, salah satu tokoh perempuan yang hadir pada acara seminar ini, Paramitha Widya Kusuma mengatakan bahwa pemeriksaan atau deteksi dini kanker serviks harus dilakukan paling tidak selama setahun sekali. Kemudian edukasi terkait kanker serviks harus dilakukan di tiap puskesmas di Kabupaten Brebes.
"Acara seperti ini harus digelar di setiap puskesmas karena sangat penting sebagai upaya deteksi dini kanker serviks. Ini juga agar masyarakat lebih memahami, terutama perempuan terhadap gejala awal kanker serviks sehingga bisa dilakukan pencegahan," pungkasnya.
Editor : Miftahudin