BREBES, iNews.id - Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) mempertanyakan peran pemrintah disaat harga bawang merah di tingkat petani terjun bebas hingga Rp. 7000/kg. Pasalnya, keterpurukan harga bawang merah tersebut sudah berlangsung mulai beberapa bula lalu.
Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) juga mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah agar harga bawang merah stabil. Apalagi, anjloknya harga tersebut dikarenakan stok yang melimpah.
"Saat harga bawang sedang mahal ABMI diminta ikut operasi pasar, pada saat ini, ABMI seolah olah tidak turun, malah pemerintah tidak hadir. Kita akan melakukan audiensi dengan komisi lV DPR RI, BEP yang untuk saat musim kemarau 15 ribu, kita sudah jauh dibawah BEP," ujar Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI), Dian Alex Chandra saat press rilis bersama media di salah satu gudang bawang miliknya.
Alex menyatakan, jika situasi harga jual bawang merah yang terus terjun bebas bukan tidak mungkin para petani berhenti menanam bawang merah.
"Kalau teru menerus seperti ini bukan tidak mungkin geliat petani berkurang, malah repot lagi tidak ada petani yang tanam. Apa kita jadi importir lagi? Kitakan sudah swasembada bawang," ungkapnya.
Alex membeberkan, jika anjloknya harga bawang merah di tingkat petani, sebenarnya sudah dirasakan sejak 4 bulan lalu, tepatnya di bulan Juli dengan harga di bawah Rp 20.000/ kg.
Keterpurukan harga tersebut faktor utamannya karena over produksi. Bahkan, untuk produksi bawang merah dari petani di Brebes saat ini sudah mencapai 300.000 ton lebih.
Melimpahnya produksi tersebut, tidak diimbangi dengan tingkat penyerapan. Dampaknya, harga di tingkat petani jatuh.
"Saat ini harga bawang di petani kisaran Rp 7.000/ kg - Rp 12.000/ kg. Padahal, harga impas bawang merah atau BEP-nya Rp 15.000/ kg. Kalau seperti ini, ya kami jelas rugi," tandasnya.
Keterpurukan harga bawang itu, kata dia, diperparah dengan adanya serangan hama, yang menyerang sejak September lalu. Akibat serangan hama tersebut, petani tepaksa memanen dini tanamannya. Hal itu menyebabkan harga juga semakin jatuh, bahkan petani menjual selakunnya hasil panen yang diserang hama tersebut.
Itu lantaran hasil panen tidak bisa disimpan atau dijadikan bibit, kerena sudah rusak terkena hama.
"Kalau petani mengenal hama ini dengan sebutan Janda Pirang. Jika hasil panen bawang yang terkena hama disimpan, penyusutannya bisa mencapai 70 persen," tuturnya.
Menurut dia, sebenarnya sudah ada acuan dari pemerintah terkait harga pembelian bawang merah. Yakni, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 16 tahun 2017, yang menyebutkan saat bawang merah di harga Rp 15.000/ kg itu wajib diserap Bulog.
Namun sampai sekarang, belum ada realisasinya. Padahal, aturannya sudah ada dan sangat jelas. Ironisnya lagi, sejak aturan tersebut diterbitkan belum ada realisasi. Artinya, sampai sekarang belum ada tindakan dan hanya dibiarkarkan saja.
"Kami mendesak pemerintah menerapkan aturan ini, karena saat ini harga bawang merah jatuh. Negara harus hadir membantu petani, jangan hanya saat harga tinggi kita dari asosiasi disuruh operasi pasar agar harga stabil. Sementara saat harga turun seperti sekarang ini, pemerintah tidak hadir," terangnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, terkait desakan tersebut, ABMI sudah melayangkan surat ke Komisi IV DPR RI untuk melakukan dialog. Pihaknya berharap Komisi IV DPR RI bisa memanggil Kementerian Perekonomian, Kementerian Pedagangan dan BUMN untuk duduk bersama, dan segera melaksanakan Permendag nomor 16 tahun 2017 tersebut.
"Kami akan terus mendesak, karena payung hukum sudah ada, dan petani membutuhkan," tegasnya.
Dia menambahkan, Kondisi yang terjadi saat ini, jika tidak segera ditangani akan berdampak pada musim tanam mendatang.
Pasalnya, over produksi dan serangan hama itu, akan menyebabkan turunnya luas tanaman bawang merah. Keadaan tersebut dipicu karena kurangnya stok bibit.
"Kalau dibiarkan, dampaknya akan terus meluas dan bisa sampai musim tanam mendatang," pungkasnya.
Editor : Miftahudin