Mengenal Sosok Putri Bangsawan yang Menaruh Minat Besar Terhadap Orgasme dan Seksualitas

Tim iNews.id
Mengenal sosok putri bangsawan yang menaruh minat besar terhadap orgasme dan seksualitas. Foto: Istimewa.

Sejak usia muda, dia pemberontak dan tidak menerima gagasan kepatuhan yang diwajibkan pada perempuan.

Sebelum menginjak usia 20 tahun, di tengah kebangkitan seksualnya, Marie Bonaparte berselingkuh dengan pria yang sudah menikah, salah satu asisten ayahnya.

Semuanya berakhir dengan skandal, pemerasan dan penghinaan untuknya.

Ayahnya memutuskan untuk memperkenalkan Marie kepada pria yang dia inginkan sebagai menantu, Pangeran George dari Yunani dan Denmark (1869-1957), yang 13 tahun lebih tua darinya.

Marie setuju, dan mereka menikah pada 12 Desember 1907 di Athena. Mereka memiliki dua anak, Putri Eugénie dan Pangeran Peter, tetapi hubungan mereka tidak bahagia.

Meskipun pernikahan itu berlangsung selama 50 tahun, Marie segera menyadari ikatan emosional suaminya yang sebenarnya adalah dengan pamannya, Pangeran Valdemar dari Denmark.

Marie, yang kemudian memutuskan mencari kekasihnya sendiri, menemukan penghiburan dari kehidupannya yang bermasalah dalam studinya.

Eksplorasi seksualitas perempuan

Kelaparan intelektual Marie dan kebutuhan untuk memahami sifat seksualitas dan kesenangan perempuan menjadi dorongannya.

Pada tahun 1924 ia menerbitkan esai "Catatan tentang penyebab anatomi frigiditas pada wanita" dengan nama samaran A.E. Narjani.

"Dia tidak menerima keyakinan bahwa perempuan hanya bisa orgasme dengan stimulasi klitoris langsung," kata Prof Wallen kepada BBC.

Marie berpikir bahwa jika seorang perempuan tidak bisa mencapai orgasme saat hubungan seksual, ini akan menimbulkan masalah anatomi.

Dia kemudian mengembangkan sebuah teori: semakin pendek jarak antara klitoris perempuan dan vaginanya, semakin besar peluangnya untuk mengalami orgasme selama seks penetrasi.

Untuk mempertahankan tesisnya, dia melakukan survei terhadap lebih dari 240 perempuan di Paris tahun 1920-an.
"Bonaparte memiliki hipotesis yang menarik. Dia memelopori teori ini bahwa perempuan dibuat secara berbeda, dan itulah mengapa mereka mengalami reaksi yang berbeda selama hubungan seksual," kata Dr Lloyd kepada BBC.

Tetapi teorinya "menempatkan semua penekanan pada anatomi perempuan, mengesampingkan aspek lain seperti kematangan psikologis - atau jika perempuan tersebut terpenuhi dengan hidupnya, neurotik atau tak memiliki napsu seksual, menggunakan istilah negatif yang diterapkan pada perempuan pada waktu itu," kata sang spesialis.

Teori ini membuat Marie Bonaparte yakin bahwa jika perempuan menjalani operasi yang membuat klitorisnya lebih dekat dengan vagina, maka mereka bisa mengalami orgasme ketika melakukan hubungan seksual.

Sayangnya, dia salah.

"Operasi itu adalah bencana. Beberapa perempuan kehilangan semua sensasi. Tetapi Marie Bonaparte sangat percaya pada temuannya, dia menjalani operasi sendiri, tetapi tidak berhasil," jelas Prof Wallen.

Tak puas, dia tidak hanya menjalaninya sekali, tapi tiga kali.

"Ketika Anda memotong banyak syaraf di sekitar klitoris, Anda tidak akan mendapat repons sensor lebih besar, namun justru kebalikannya, karena Anda memotong syaraf yang paling penting," jelas Dr Lloyd, yang menjadi profesor Sejarah dan Filsafat Ilmu di departemen Biologi di Universitas Indiana.

Editor : Miftahudin

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network